Wednesday, September 10, 2014

AKHIRNYA KE KAWAH IJEN JUGA...

Kenapa kesini? Simpel, tujuan saya kesini adalah satu keinginan yang tertunda , tepatnya tahun 2001 saat saya dan beberapa kawan MEPA selesai naek gunung raung. Dengan keser keser turun dari raung pelan pelan, setelah sampai dibawah sang komandan saat itu bung damai bilang,” yach telat, takada kesempatan ke kawah ijen” damnn. Saya pun teriak, kenapa elu gakbilang dari awal, tau getu kami cepat cepat turun...

Akhirnya agustus kemarin saya bisa ke kawah ijen, tujuan kesini selain pelepas rasa ingin tahu juga sebagai tujuan pertama ngeluyur sebelum nyebrang ke bali dan lombok. Dengan naek kereta rakyat sri tanjung dari purwosari hingga ujung timur pulau jawa (kabupaten banyuwangi ). Kereta penuh penumpang karena masih suasana liburan lebaran. Lebih dari 12 jam perjalanan, saya putuskan turun di stasiun karang asem, satu stasiun sebelum stasiun ketapang. Tujuan saya pertama adalah Jl Ahmad Yani, di jalan ini pusat pemerintahan banyuwangi berada. Tapi sayang, saat kucari penginapan dormitory backpaker di jalan Ahmad Yani 100 ternyata tutup dan tak berpenghuni. Akhirnya saya dapat penginapan sekedar pelepas lelah dan selonjoran kaki dan terlelap.

Berhubung saya sendirian, maka mau takmau sayapun mencarter tukang ojeg. Pas juga saya datang di hari jumat hari dimana para penambang sedang berlibur jadi tidak ada truk pengangkut belerang yang biasanya beroperasi di Licin. Jalanan berliku dan cukup halus dari banyuwangi kota ke paltuding. Pembangunan banyuwangi yang cukup pesat ternkyata meluas juga sampai paltuding,pintu masuk kawah ijen.Hawa dingin khas pegunungan mulai menyapaku, pagi itu sudah ramai para wisatawan yang tentu saja didominasi oleh turis asing. Panduan buku lonely planet saya rasa bener bener meracuni mereka sehingga banyak bekpeker bule yang datang baik perorangan maupun bergerombol. Selagi pagi taksia siakan waktuku untuk segera naik. Jalanan menuju kawah ijen sudah bagus, besar dan rapi. Sebenarnya motor pun bisa untuk naik, tapi mungkin kebijakan dari pihak pengelola yang melarangnya. Kurang lebih 3 jam saya berjalan kaki sampai benar benar di depan kawah ijennya, cuaca saat berawan dan akhirnya sinar matahari menyibak kabut pas saya turun ke kawah. Walau hari jumat dan libur, ada satu dua penambang yang masih mengambil belerang untuk disetor ke pabrik pengolahan. Selama 2 jam trekking, sampailah saya di puncak ijen, kabut tebal menyapaku saat itu. Beberapa turis nekad turun ke bawah, saya pun masih terpaku diatas sembari menunggu kabut hilang dan berbincang dengan penambang lokal. Setelah kabut hilang, sayapun pelan pelan turun sambil sesekali menghela napas panjang dan memotret pemandangan yang ada. Dan juga memotret dengan sembunyi sembunyi seorang penambang yang naek membawa belerang dipikulnya, takut jika yang bersangkutan terganggu akan jepretan kamera. Akhirnya sampai benar benar di pinggir danau kawah ijen , disisi kirinya terdapat tumpukan belerang yang akan ditambang.


Disamping danau, ada satu tenda sederhana yang dihuni seorang penambang sambil menghabiskan waktu, bapak penambang tersebut membuat semacam souvenir dari belerang untuk dijual ke para pelancong. Saya pun sempat berbincang sebentar dan kemudian minta bantuan beliau untuk mengambil gambar saya dengan kameraku, maklum, saya pergi sendirian jadi agak kesusahan untuk motret diri sendiri hehe. Sekitar 20 menitan, saya disini dan kuputuskan untuk segera naek keatas untuk kembali lagi ke pos paltuding karena hari sudah mulai panas. Di perjalanan pulang, saya bareng dengan penambang lokal yang mau turun tapi mereka tidak membawa beban belerang, cuman membawa suvenir yang ditawarkan ke para pelancong. Dari kedua penambang tersebut, saya mengorek informasi tentang kehidupan penambang mereka dimana hasil dari belerang yang mereka bawa tidak seberapa dengan jerih payahnya. Bayangkan. 1 kiligram cuman dihargai 800rupiah!. Harapan mereka kedepan supaya pemerintahan banyuwangi menasionalisasi atau mengambil alih tambang tersebut agar kesejahteraan mereka meningkat.