Wednesday, October 19, 2011

laos

puesawat merah airaia mendarat mulus di bndara international vientinne laos.pra penumpang bergegas turun., dengan langkh pasti.,ku menuju proses imigrasi tanpa mengisi permohonan VOA karena per tanggal 23 september untuk warganegara indonesia bebas visa 30 hari. sebuah cap kotak danselembar kertas putih tertempel di halman pasporku. setelah keimigrasian selesai.,sekarang waktunya tuk jual dollar dan beli laos kip. 1 usd samadengan 8000 laos kip. 130 usd kukeluarkan dari dompet dan sebanyak 1040000laos kip digengganamnku. hari masih sore.dan wakytu vientienne samsdengN waktu indonesia bwrat.,sekedar aku jalan2 memutari area terminal bandara ini.bandara yang sangat kecil untuk ukuran international tapi bersih dan bebas dr calio.kutemui salah satu turis dari indonesia "saya ratih" "saya erry" sahut ku memulai pembicaraann."mbak ratih mau ke lung prabang?" "gak mas.udah pernaho.saya di vientianne aja.nih kawanku dari manila.dia mau ke luang prabang"serayamengenalkanturi pilipin di depanku."can we go together with you?i want to go to luang prabang,can i joint?" " oh.i amsorry . i already to go with her.she hve a guesthoese in luang prabang and we go by minivan and the minivan is full of attendas.iam sorry. "it's oke miss.nevermind.i can go by myself." akhirny si turis pilipina pamitan dengan mbak ratih dengan cipima cipiku setelah sebelumnya aku bantu mengambil gambar mereka.otakku mulai melayang lanyang.gue teringat seorang irishman yang sempet saya sapa di bandara malwysia sebelum terbang ke laos. aha.dia tepat didepanku diikuti seorang bule dan seorang wnita berras melayu. aku muali menyapa dan menwarkan untuk bareng ke pusat kota. bak gayung bersanbut.tawaran kami pun di iyakan mereka.jadilah kami berempat pergi meninggalkan bandara vientianne.cewek malaysia tersebut terntata cukup fasih berbahasa indonesia dan bule laki itu adalah kawannya jugafasihberbahasa indonesia dan dia juga tau beberapa regulsi republik ini.seperti fiskal udara. kampus ui pun dia tau.setelah saya sebut bahwa saya kost di deket kampus ui depok.kecuali si irishmen yang gakbisa bahasa indonesia keke.sembari menunggu tuk tuk.kamipun banyak ngobrol.kuceritakan bahwa diriku bermaksud ke luang prabang.si irishmen mo ke vengveng . begitu juga si malaysian da n bulenya juga ke vengbveng.sebuah toyota hilux berjalan pelan di samping kami.terbuka kaca depannya sambil sopirnya berteriak "follow me.to central town of vientianne." "oh relly.how much wemust pay?" ahutsi irishmen."it.'s free." come on"."oke. bak dapat durian runtuh.kamipun segera memasuki mobil yang berkapasitas cuman 5orang itu dansatu bak di belakang.smapai saat itu.kuberpikir orang laos baek baek hahah
uasana di mobil rame.,sahut sahutan 5 orang kepala disana.mulai si sopir yang kalah taruhan.si ireshmen yang pengin cari mobil ke veng veng.dan dsimalaysian n si bulebyang mo joint ke vengveng.sedang saya cumab senyum dikit dan berharap dapat segera ke kota tu k cari makan malam dan segera beli tiket bus malam ke luang pranang. malam itu sangat rame.di kanan jalan telintas sebuah sungai yang sabgat terkenal 'mekong river' banyak akak anak maetn bola.di kiri jalan berjejer guesthose dan warung warungmakan . si laos men menghentikan mobil do taman samping mekong rivers

Sunday, October 16, 2011

BERKUNJUNG KE TAMAN NASIONAL BALURAN









“ca,kl ke tn baluran dewean bs gak?trus pa ja yg ad dsn?”

“rekomended bgt mz, africa van java,bs birdwatching, motret, liat alam liar & snorkeling. Dan jg bs nyebrang ke tnl bali barat.kpn mas?”

“insyaallah,mgu dpn”

“nti ak ksh tau tmnku yg dsn,mas swiss namanya dia karyawan tnb”

“o,mas swiss the next riza marlon,fotone keren2.oke ca,tx”

Itulah sekelumit sms yang kukirim kepada kawanku, akhirnya kuputuskan pergi ke Taman Nasional Baluran ( TNB ) situbondo, menyisihkan Mahameru, Arjuna Welirang dan juga Kawah Ijen karena terasa berat kalo sendirian kesana, sementara hasrat tuk ngluyur tak tertahankan apalagi kerjaan di tahun ajaran baru ini bikin diriku jungkir balik tidak karuan.

Banyak cara untuk mengunjungi TNB, bisa lewat udara dari Jakarta ke Surabaya trus disambung jalan darat naek bus ke Banyuwangi turun pas di depan TNB. Kereta api dan bus juga tersedia tuk jurusan Banyuwangi walaupun sebenarnya TNB ada di wilayah administratif Situbondo. Akhirnya saya memutuskan naek kereta, karena mahalnya tiket pesawat yang tidak sanggup saya beli ( maklumlah karyawan kere keke ).

Rabu, 20 Juli 2011 bergegas saya lari ke stasiun Senen, tapi apes hari ini, saya tidak bisa mengejar kereta terakhir ke Surabaya akhirnya saya pilih kereta bisnis jurusan Jogjakarta dengan selembar tiket berdiri ( karena kereta penuh saat itu ). Saya sisir dari gerbong ke gerbong dan akhirnya mentok di gerbong 4 tepat dibelakang kursi terakhir ada satu lapak untuk menggelar koran, meletakkan daypack sebagai bantal dan cukup bisa membuat saya tertelap di kereta malam ini setelah sebelumnya menyantap sepiring nasi goreng senja Jogja sebagai makan malam dan sebotol air mineral sebagai teman perjalanan.

Kamis, 21 juli 2011 kereta senja utama berhenti mulus di stasiun Tugu Yogyakarta sebagai stasiun tujuan terakhir. Dari sini, saya menumpang kereta Prameks ke stasiun Lempuyangan untuk melanjutkan perjalanan panjang lagi menuju Banyuwangi. Kereta rakyat “Sri Tanjung” sudah menunggu disana. Pukul 07.30 kereta meninggalkan stasiun Lempuyangan, membelah tanah jawa menuju stasiun ketapang, daerah paling timur pulau jawa yang berbatasan langsung dengan pulau bali terpisah oleh selat bali. Kereta masih terlihat sepi, di gerbong yang saya tempati ada 2 turis dari belanda lengkap dengan carier besar dan buku panduan travelling “lonely planet edisi Indonesia”, sempat saya sapa dan dia menjawab akan ke Bromo. Ada juga rombongan besar anak anak muda dari kampus ITB jurusan Geologi. “ Mau ke rinjani mas” sahut mereka saat kutanya tujuannya. Sedikit saya agak terkejut karena menurutku kalo emang tujuan ke rinjani lebih baek berangkat dari bandung menuju surabaya dengan kereta, baru langsung naek bus dari Surabaya ke Mataram, jadi tidak terlalu lama jika dari Bandung ke Jogjakarta trus ke Banyuwangi nyeberang ke Denpasar baru ke Mataram. Oughh,..terbayang lama dan capeknya.

Pukul 10 malam kereta tiba di stasiun Ketapang, sungguh perjalanan yang sangat panjang, dan melelahkan, dari Jakarta ke Jogjakarta sekitar 10 jam ditambah 14 jam dari Jogja ke Banyuwangi total 24 jam di kereta. Damnn..Trainleg. Dengan langkah gontai saya meninggalkan stasiun, hari masih malam dan saya tidak bisa langsung melanjutkan perjalanan ke TNB dan lebih memilih istirahat di pojok masjid dekat stasiun dengan resiko akan diomelin karena tiduran di masjid hehe..

Jum’at, 22 Juli 2011 pagi segera kutinggalkan masjid samping stasiun ketapang banyuwangi dan bergegas menuju ke situbondo. Bus AKDP ukuran besar membawaku dari Banyuwangi ke Situbondo, gaksampai 30 menit tepat disebelah kanan jalan di tembok gapura tertulis “ Taman Nasional Baluran ” berbentuk lingkaran dengan gambar seekor banteng ditengahnya dengan latar belakang gunung baluran. Ya, itulah taman nasional baluran, sebuah tempat yang ditetapkan pemerintah menjadi taman nasional di tahun 1980an dan menjadi cikal bakal taman nasional di Indonesia, tempat yang biasa disebut “africa van java” karena adanya padang savana yang luas dan tempat habitat banteng jawa masih hidup berdampingan dengan kerbau hutan, merak, rusa, anjing hutan, berbagai hewan melata, burung burung dan hewan lainnya.

Menurut wikipedia : Taman Nasional Baluran adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur (sebelah utara Banyuwangi). Nama dari Taman Nasional ini diambil dari nama gunung yang berada di daerah ini, yaitu gunung baluran. Gerbang untuk masuk ke Taman Nasional Baluran berada di 7°55'17.76"S dan 114°23'15.27"E. Taman nasional ini terdiri dari tipe vegetasi sabana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Tipe vegetasi sabana mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran yakni sekitar 40 persen dari total luas lahan.

Sesampai di TNB, kusempatkan nelepon mas swiss. “ langsung aja ke PEH mas, saya disini sama anak anak IPB ” sahutnya di ujung telepon. Akhirnya, saya ketemu dengan mas swiss aka kebo giraz giraz , seorang alumni fakultas kehutanan UGM angkatan 99, peneliti, fotografer alam liar yang mempunyai kemampuan handal ( semoga menjadi The Next Riza Marlon, Mas ) dan baru pertama ketemu aku sudah bisa menilai bahwa dia punya sense of art yang tinggi, tulisan maupun fotonya banyak masuk di majalah National Geographic Indonesia, ebook mengenai burung di TNB di download ribuan orang dari berbagai profesi, mulai dari peneliti, traveller, mahasiswa, ibu rumah tangga dan tentu saja para pengamat burung ( Birdwatcher ) dan sekarang telah muncul versi bahasa Inggrisnya serta blognya bisa di akses di http://pratapapa81.wordpress.com/ menjadi referensi atau contekan para traveller sebelum menginjak kaki di TNB ini.

“Selamat datang di TNB mas, mo ngopi ? Rokok ?” sambut mas swiss seraya menyodorkan sebungkus GG international.” Ada mas,” sahutku sembari mengeluarkan sebungkus Surya 12. “ tapi saya gak ngopi, asam lambung bisa kambuh.” Walaupun dengan wajah agak kelelahan, dia tetap menyambutku. Saya tahu emang TNB seminggu yang lalu lagi ada acara nasional “Lomba Pengamatan Burung” dan tentu saja mas swiss telah capek pontang panting sebagai panitia.” Saya hanya having fun aja kok mas disini, gakada unsur akademis, penelitian apalagi motret serius” kataku. “ hehe..oke mas, maaf ya gakbisa nemenin, saya kecapaian, rencana saya hari ini emang gakmau masuk tapi tadi ditelepon disuruh nemenin anak anak IPB hari ini. Saya tinggal dulu ya mas ya, met jalan jalan” terang dia. "Oke" percakapan yang singkat namun terasa.

Saya sempet ditawarin untuk bareng ke dalam bareng para mahasiswa IPB dengan mobil proyek tapi saya tolak dengan halus, dan memilih ngojeg kedalam saja. Akses kedalam TNB bisa dicapai dengan jalan kaki jika emang punya tenaga lebih dan waktu yang panjang, tertera 12 km tuk mencapai savana bekol. Atau bisa juga dengan jasa ojeg, dengan 3 lembar duit 10ribuan anda bisa mencapai savana bekol. Dan saya rasa jarak antara pintu gerbang TNB sampai bekol lebih dari 12 km, karena waktu naek ojeg kerasa jauh banget dan gak nyampe nyampe kekeke. Tarif untuk pengunjung lokal Rp 2500,00 sedangkan untuk untuk orang asing Rp 30.000,00. Dari pintu gerbang akan terlihat hutan yang rindang diselingi semak semak di kanan kiri jalan. Jalan cukup lebar untuk 2 mobil tetapi tidak mulus karena banyak lobang lobangnya. Sebelum memasuki sabana, perjalanan akan disuguhi kawasan hijau ( evergreen ) rindang dengan banyak kanopi yang merindungi bumi dari sengat panas matahari langsung. Konon, di evergreen ini masih ada ular Viper. Setelah memasuki kawasan sabana bekol, selayang pandang ke kiri akan terlihat gunung yang tidak terlalu tinggi yaitu gunung baluran. Gunung baluran setinggi 1247mdpl ini konon sebagai tempat terakhir populasi banteng liar. Walaupun tergolong tidak terlalu tinggi, kontur gunung ini sangat rapat.

Ada beberapa tempat di TNB ini yang bisa dikunjungi antara lain : sabana bekol, bama, batangan, kancip serta gunung baluran sendiri. tapi yang sering dikunjungi adalah sabana bekol dan bama karena di samping mudah aksesnya juga disini terdapat beberapa bangunan yang dikhususkan sebagai “guesthouse”. Ojeg yang mengantarkan saya ke sabana bekol. Sampai di sabana bekol, sangat ramai sekali saat itu. Puluhan mahasiswa Universitas Indonesia berkumpul di guesthouse dan sekitarnya, rupanya hari ini adalah hari terakhir mereka yang sedang mengadakan penelitian dan sedang menunggu kendaraan jemputan untuk membawa mereka meninggalkan TNB. Dengan terpaksa, saya menunggu guesthouse untuk dikosongkan, padahal rasanya badan ini remuk dan pengin istirahat sekedar rebahan karena saya terasa TrainLeg hehehe.

Sembari menunggu para mahasiswa ababil ini, tanpa buang waktu langsung saya keliling sabana bekol ini, mulai dari guesthouse guesthouse yang tersedia : wisma rusa, wisma banteng, wisma merak, pos polisi hutan dipaling ujung, aula bekol serta kantin dan pos penjaga bekol. Banyak sekali tengkorak tengkorak kepala banteng, kepala kerbau tertata rapi di pos polisi hutan, aula dan disamping sabana yang menandakan emang di TNB ini ekosistem masih terjaga. Di belakang berdiri tegak sebuah menara pemantau burung setinggi 10an meter dengan tangga berundak undak di bawahnya. Dari menara pantau ini akan terlihat seluruh kawasan TNB yang meliputi sabana yang luas, dan pohon akasia dan selayang pandang juga kan terlihat gunung baluran dan lautan lepas di arah timur. Sangat berasa bebas sekali ketika melepas pandangan dari menara ini, karena yang terlihat hutan luas jauh dari kebisingan kota dan kesemrawutan kota. Lokasi menara pantau ini sangat nyaman, walau kadang panas menyengat tapi anginnya kencang, banyak pasangan muda mudi yang memadu kasih disini, seperti yang terlihat waktu saya akan naik ke menara pantau ini kekeke.

Setelah puas di menara pantau, saya turun ke bawah menuju ke sabana bekol. Bekol sendiri diambil dari salah satu tanaman yang ada di TNB ini dan memang terlihat di sekitar menara pandang ada beberapa pohon bekol. Di sabana bekol terdapat kubangan yang memang diperuntukkan untuk persediaan air tempat para satwa minum. Sabana ini sangat panas, karena minim sekali pohon yang ada dan hanya hamparan padang yang luas, tandus dan gersang. Inilah ke khasan TNB sebagai Little Africa Van Java. Di kubangan ini, saya belum menemukan satupun satwa yang ada, karena emang kebiasaan para satwa mencari air adalah sore hari. Saya hanya mengambil beberapa poto landscape dan mencoba panoramic poto sebelum akhirnya balik ke kantor savana bekol.

Hari masih terasa panas, sementara di pos TNB bekol ada 2 sampai 3 petugas dan dibelakannya ada kantin yang masih rame karena memang masih ada mahasiswa UI. Saya sempatkan makan siang dan sekedar melepas dahaga di kantin ini, biasanya emang kalo ada acara kantin akan buka dan menyediakan nasi serta lauk dan minuman. Sedangkan kalau tidak ada acara atau pengunjung tidak datang dalam rombongan yang ramai, kantin hanya menyediakan makanan instant seperti popmie, minuman seduh dan kudapan ringan lainnya. Di pos bekol terhitung lengkap, ada tv yang bisa menangkap siaran tv nasional, HT penghubung dengan pos bama dan kantor TNB, toilet, mushola dan meja tamu. Makanan instant pun ada disini, tinggal memasak air yang ada di dapurnya. Saat saya sedang menghisap rokok untuk membuang jenuh, datanglah sejumlah anak muda lengkap dengan carier besar dan berkemeja lapangan, di dada kiri tertulis jelas " SENTRAYA BUANA " datang ke pos tempat saya istirahat. Eng ing eng...akhirnya saya dapat teman disini selain ngobrol dengan petugas hehe. " dari mana mas?" tanya dia. " dari jakarta " jawabku. " o, kami dari UNS" sambungnya seraya menjabat tanganku. " saya juga alumni UNS' sahutku. "o ya, fakultas apa?" si laki laki berambut gimbal menimpali. " ekonomi," jawabku singkat. "o, ekonomi, berarti MEPA" terangnya. " iya, saya juga alumni MEPA" terangku juga. " o, kita tetanggaan mas, kami dari SENTRAYA BUANA sastra." jelas dia." ya, saya tau dari tadi di kemeja lapangan anda. cuman saya dah angkatan lama, jadi dah lupa ma kawan kawan sentraya dulu." Mungkin karena sesama mapala, jadi obrolan siang itu jadi cepat nyambung. Sentraya susah 3 hari an disini, mereka mengadakan ekspedisi di TNB kemarin ke batangan dan rencana besok ke kancip, meneliti mata air di kancip.

Siang itu kami lewatkan beramai ramai dengan ngobrol ngalor ngidul mengenai kampus uns dan juga antar mapala kedua belah pihak dan setelah sore saya dan beberapa anggota sentraya mulai naik lagi ke menara. Begitu terlihat dari menara sekawanan rusa sudah bergerombol di dekat kubangan untuk mengambil minum. Dari atas menara aku coba untuk membidikkan kameraku dan lensa tele 300mm pinjaman, akan tetapi jarak yang cukup jauh serta kemampuan lensa yang pas pasan tidak mampu menghasilkan gambar yang optimal. Akhirnya saya turun ke sabana dan segera mengendap endap di kubangan, agar para rusa tidak mengetahui kehadiran manusia, kalo sampai tahu mereka akan lari tunggang langgang. Dari jarak yang cukup, saya mulai bidik lensaku ke arah gerombolan rusa untuk sekedar mengabadikan kehidupan alam liar TNB. Setelah puas dengan memotret rusa, saya balik lagi ke menara pandang, sebelum naek ke atas sekilas kulihat ada merak betina yang mengambil air minum di kubangan samping aula. Saya sempet juga mengendap endap dan mengambil poto sebelum sang merak pergi karena suara langkah kakiku.

Hari semakin sore, tampak semburat fajar di ufuk barat, tak sempat saya ganti lensa wide, SUnset keburu datang dan dengan tele pula aku ambil gambarnya ( sial )..tapi takpalah, cukup puas saya. Kembali saya naek ke menara pandang, disana ada 3 gadis anggota stentraya dan seorang petugas dari TNB yang akan jadi pemandu mereka ke kancip besok dan 2 orang mahasiswa IPB. Kami asyik ngobrol mulai dari banyaknya ular cobra di sabana bekol, hingga ular piton di bama ataupun binatang melata yang laen di kancip, hingga perbincangan yang fenomenal dan menjadi masalah TNB sekarang yaitu tumbuhnya pohon akasia yang secara pelan tapi pasti menggerus sabana. Dulu di TNB ini memang sering terjadi kebakaran, dan sebagai salah satu cara mencegahnya pihak Taman Nasional membuat kebijakan untuk menanam pohon akasia sebagai penangkal dari ancaman kebakaran hutan. Tapi justru ini menjadi blunder karena biji pohon akasia ini dimakan oleh binatang binatang dan membuang kotoran kemana mana serta banyaknya sisa biji akasia yang berjatuhan ke tanah sehingga cepat pertumbuhan pohon akasia pun tidak terkendali dan terus tumbuh besar dan luas. Akibatnya sabana tertutup oleh pohon pohon akasia, dan ini bisa berakibat fatal karena ekosistem yang ada akan terganggu serta rantai makanan bisa terputus, yang dengan sendirinya akan mengakibatkan banteng jawa akan berkurang dan akan punah!

Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi pihak TNB dan instansti yang terkait karena pemusnahan pohon akasia memerlukan dana yang besar dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Hari semakin laut dan malam pun menggantikan siang, secara spontan petugas TNB ( namanya lupa ) berteriak " lihat di sebelah sana, itu ada hewan hitam berkaki putih, itulah banteng" . " subhanallah, berpasang mata yang ada diatas langsung mengarahkan pandangannya ke arah banteng tersebut, tampak dia berjalan pelan menuju kubangan, sepertinya hendak minum. hari yang udah terlalu gelap, saya coba bidik pake kamera, tapi hanya denyit suara autofokus yang nampak kelelahan dan tidak sanggup mencari fokus yang tepat sehingga gambar bidikan menjadi blur dan gelap. Betapa girangnya kami malam ini. Sempat berujar, mahasiswa IPB berharap jebakan ( trap camera) yang mereka pasang dipohon dekat kubangan mampu menghasilkan gambar yang baek dan berharap si banteng masuk ke perangkap trap camera - nya. Saya sendiri juga cukup puas, walaupun tidak dapat foto yang bagus tapi saya masih bisa melihat banteng hidup di alam bebas.Subhanallah

Malam semakin larut, suara merak jantan mulai bersahutan tandanya mereka juga akan segera pergi ke peraduannya. Semua yang di menara pandang satu persatu pun turun dan kembali ke pos. Di pos ini, akhirnya saya dapat kunci sebuah kamar di wisma merak atas, hanya dengan membayar Rp 30 ribu untuk satu malam. Senang sekali malam itu, karena akhirnya saya bisa istirahat setelah perjalanan cukup panjang dan melelahkan. Sebelum terlelap saya sempat berkirim sms : Ca, akhirnya saya liat banteng di TNB.tapi tidak bisa memotretnya :) dan akhirnya sayapun terlelap.


Sunday, October 9, 2011

TOURING KE BROMO











Selasa malam tanggal 30 Agustus 2011, saya sudah tergeletak di sofa rumah ayahanda dan ibunda dikampung. Ini adalah pulang kampung edisi lebaran 1432h setelah sebelumnya melaksanakan ibadah puasa ( oiya..aku masih utang sehari keke ). Hari rabu 31 agustus 2011, adalah hari lebaran versi pemerintah setelah muhammadiyah memutuskan lebaran jatuh hari selasa 30 agustus. Seharian waktu kuhabiskan tuk silaturahmi ke tempat saudara dan famili. Sore harinya kembali aku terlelap di depan ruang tamu rumah. Tiba tiba ada kawan yang bernama sony sarsono atau yang lebih terkenal dengan sebutan kakung datang ke rumah dan langsung mengajak tuk touring ke bromo, antara mata masih ngantuk dan belum sadar saya mengiyakan ajakan tersebut dan meminta ijin ke orang tuaku.

Sebenernya kegiatan touring tidaklah jadi hobby saya karena terus terang saya tidak sanggup berlama lama di jok motor, panas pantat ini keke. Tapi karena kupikir kapan lagi touring dengan arek arek kampung kalo tidak pas libur lebaran. Habis isya’ kakong datang dengan revo hitamnya dan langsung mengajak tuk berkumpul di basecamp “ norjo bikers”. Ada 7 motor terkumpul dengan 14 manusia diatasnya : 1 revo, 2 vixion, 1 jupiter, 3 vega. Dengan membaca doa safar, berangkatlahlah norjo biker membelah malam menuju bromo.

Jalur perjalanan ini melewati kota madiun setalah membelah dinginnya gunung lawu hingga titik tertinggi di tawangmangu dan cemoro kandang trus turun ke sarangan. Setelah melewati magetan trus lewat ke madiun dan tembus ke nganjuk, blitar dan nyampe di pusat kota kediri di tengah malam, rombongan mengisi perut di bilangan alun alun kota kediri dengan makan nasi goreng, setelah istirahat sebentar rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke pare perbatasan kota kediri dan kota batu malang. Sebelum masuk ke kota batu, rombongan melaksanakan sholat subuh di pom bensin akhir pare sebelum masuk kota batu dan melepas lelah dengan tiduran di mesjid.

Jam 6 udah pada terjaga dan berlanjut membelah jalanan kota dan memasuki kota berhawa sejuk batu malang yang tembus ke tumpang. Di tumpang ini banyak kenangan tersendiri bagi saya paling tidak 2 kali saya mendaki semeru dengan start point tumpang untuk naek jeep ke ranupane. Dari rencana awal emang sengaja para bikers untuk mencari jalan pintas dengan membelah lautan pasir bromo naek lewat tumpang menuju ranupane. Dari pertigaan ranupane ada jalan kecil yang hanya bisa dilintasi satu mobil menuju bromo melintasi lautan pasir. Sebelum menuju bromo, para bikers menyempatkan diri melihat ranupane yang juga merupakan titik awal pendakian gunung mahameru. Sayang sekali di ranupane, danaunya sudah tercemar dari endapan dan juga kotoran. Masih sepi di pos penjagaan taman nasional ini, barangkali belum ada yang akan mendaki semeru.

Tidak berlama lama, para bikers segera menuju ke bromo menembus lautan pasir, banyak kejadian lucu di lautan pasir ini, motor yang tidak bisa jalan mulus, terjatuh jatuh dan kencangnya badai pasir yang menusuk muka sampai mata, hidung dan celana serta jaket berlumuran pasir. Sungguh sangat berbeda antara gunung bromo sebelum meletus serta pasca meletus. Cemoro lawang yang dulunya hijau sekarang sangat gersang dan panas serta debu beterbangan dimana mana. Kawah bromo menjadi lebar, gunung batok yang berada di depan gunung bromo pun juga gersang tidak sehijau dulu. Benar benar panas dan gersang bromo sekarang, para bikers pun juga enggan untuk menaiki tangga bromo menuju kawahnya karena badai pasir yang terlalu deras dan menutupi viewnya.

Akhirnya rombongan memutuskan untuk naik ke cemoro lawang, mencari penginapan dan mengisi perut setelah seharian berjuang menaklukan pasir bromo dan panasnya udara bromo. Sedikit diluar pintu pengunjung , satu rumah bisa disewa dengan menyewa seberar 200an ribu, denyut ekonomi bromo masih terjaga setelah letusan tahun lalu memporak porandakan kawasan cemoro lawang dan sekitarnya. Di seputaran cemoro lawang juga banyak terparkir kendaraan dari beraneka macam plat nomor serta banyak jeep yang sudah tersedia untuk mengantar pengunjung ke penanjakan melihat sunrise esok hari. Beberapa turis bekpeker juga terlihat siang itu di cemoro lawang. Kami menghabiskan waktu dengan di guesthouse sampai malam dan rencananya jam 3 kami akan menuju ke puncak penanjakan melihat view matahari terbit.

Kamis 01 September 2011..hoho,aku jadi inget pas di hari itu 10 tahun lalu saya menginjakkan kaki di puncak mahameru, dan hari ini saya juga berada di kawasan Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru. Jam 3 pagi, udara sangat dingin menusuk tulang tapi tidak menutup keinginan kami untuk melanjutkan perjalanan ke penanjakan. Deru motor kembali membelah sunyinya malam melewat pos penjagaan gunung bromo, kembali turun ke lautan pasir bromo dan mengitari gunung bromo dan batok di depannya. Jebakan lautan pasir serta hembuan angin dan suhu yang menusuk tulang tidak menjadi halangan para bikers. Setelah memasuki aspal yang menuju pananjakan, saya juga kaget karena jalanan yang udah rusak. Sekitar jam 4 sampailah kami di penanjakan, di penanjakan sudah ramai sekali oleh para pengunjung yang akan menyaksikan sunrise. Semangkok indomie panas dan segelas teh panas menemani kami di warung warung yang berjejer disana.

Setelah makan, tempat yang lebih mirip aula di penanjakan sudah dipenuhi banyak wisatawan dari dalam maupun dari mancanegara. Dari sini view ke bromo , batok terlihat jelas dengan latar belakang jauh sana gunung mahameru dan kao beruntung kabut kabut tebal kan menyelimuti kaki kaki bromo. Sungguh lukisan alam dari ALLAH SWT yang tiada duanya.subhanallah..kami habiskan waktu disini, sholat subuh, berfoto narsis, candid dll.

Setelah puas, meikmati keindahan, bernarsis ria ( sayang gak sempat kenalan ma wisatawan wanita laen keke ) sekumpulan lelaki bermotor dari kampung norjo aka norjo biker meninggalkan bromo dan kembali ke kampung. Kamis malam jam 10.00an sampailah kami di pangkuan norjo tercinta. salam