Kenapa kesini? Simpel, tujuan
saya kesini adalah satu keinginan yang tertunda , tepatnya tahun 2001 saat saya
dan beberapa kawan MEPA selesai naek gunung raung. Dengan keser keser turun
dari raung pelan pelan, setelah sampai dibawah sang komandan saat itu bung
damai bilang,” yach telat, takada kesempatan ke kawah ijen” damnn. Saya pun
teriak, kenapa elu gakbilang dari awal, tau getu kami cepat cepat turun...
Akhirnya
agustus kemarin saya bisa ke kawah ijen, tujuan kesini selain pelepas rasa
ingin tahu juga sebagai tujuan pertama ngeluyur sebelum nyebrang ke bali dan
lombok. Dengan naek kereta rakyat sri tanjung dari purwosari hingga ujung timur
pulau jawa (kabupaten banyuwangi ). Kereta penuh penumpang karena masih suasana
liburan lebaran. Lebih dari 12 jam perjalanan, saya putuskan turun di stasiun
karang asem, satu stasiun sebelum stasiun ketapang. Tujuan saya pertama adalah
Jl Ahmad Yani, di jalan ini pusat pemerintahan banyuwangi berada. Tapi sayang,
saat kucari penginapan dormitory backpaker di jalan Ahmad Yani 100 ternyata tutup
dan tak berpenghuni. Akhirnya saya dapat penginapan sekedar pelepas lelah dan
selonjoran kaki dan terlelap.
Berhubung
saya sendirian, maka mau takmau sayapun mencarter tukang ojeg. Pas juga saya
datang di hari jumat hari dimana para penambang sedang berlibur jadi tidak ada
truk pengangkut belerang yang biasanya beroperasi di Licin. Jalanan berliku dan
cukup halus dari banyuwangi kota ke paltuding. Pembangunan banyuwangi yang
cukup pesat ternkyata meluas juga sampai paltuding,pintu masuk kawah ijen.Hawa
dingin khas pegunungan mulai menyapaku, pagi itu sudah ramai para wisatawan
yang tentu saja didominasi oleh turis asing. Panduan buku lonely planet saya
rasa bener bener meracuni mereka sehingga banyak bekpeker bule yang datang baik
perorangan maupun bergerombol. Selagi pagi taksia siakan waktuku untuk segera
naik. Jalanan menuju kawah ijen sudah bagus, besar dan rapi. Sebenarnya motor
pun bisa untuk naik, tapi mungkin kebijakan dari pihak pengelola yang
melarangnya. Kurang lebih 3 jam saya berjalan kaki sampai benar benar di depan
kawah ijennya, cuaca saat berawan dan akhirnya sinar matahari menyibak kabut
pas saya turun ke kawah. Walau hari jumat dan libur, ada satu dua penambang
yang masih mengambil belerang untuk disetor ke pabrik pengolahan. Selama 2 jam
trekking, sampailah saya di puncak ijen, kabut tebal menyapaku saat itu.
Beberapa turis nekad turun ke bawah, saya pun masih terpaku diatas sembari
menunggu kabut hilang dan berbincang dengan penambang lokal. Setelah kabut
hilang, sayapun pelan pelan turun sambil sesekali menghela napas panjang dan
memotret pemandangan yang ada. Dan juga memotret dengan sembunyi sembunyi
seorang penambang yang naek membawa belerang dipikulnya, takut jika yang
bersangkutan terganggu akan jepretan kamera. Akhirnya sampai benar benar di
pinggir danau kawah ijen , disisi kirinya terdapat tumpukan belerang yang akan
ditambang.
Disamping
danau, ada satu tenda sederhana yang dihuni seorang penambang sambil menghabiskan
waktu, bapak penambang tersebut membuat semacam souvenir dari belerang untuk
dijual ke para pelancong. Saya pun sempat berbincang sebentar dan kemudian
minta bantuan beliau untuk mengambil gambar saya dengan kameraku, maklum, saya
pergi sendirian jadi agak kesusahan untuk motret diri sendiri hehe. Sekitar 20
menitan, saya disini dan kuputuskan untuk segera naek keatas untuk kembali lagi
ke pos paltuding karena hari sudah mulai panas. Di perjalanan pulang, saya
bareng dengan penambang lokal yang mau turun tapi mereka tidak membawa beban
belerang, cuman membawa suvenir yang ditawarkan ke para pelancong. Dari kedua
penambang tersebut, saya mengorek informasi tentang kehidupan penambang mereka
dimana hasil dari belerang yang mereka bawa tidak seberapa dengan jerih
payahnya. Bayangkan. 1 kiligram cuman dihargai 800rupiah!. Harapan mereka
kedepan supaya pemerintahan banyuwangi menasionalisasi atau mengambil alih
tambang tersebut agar kesejahteraan mereka meningkat.
No comments:
Post a Comment