“ca,kl ke tn baluran dewean bs gak?trus pa ja yg ad dsn?”
“rekomended bgt mz, africa van java,bs birdwatching, motret, liat alam liar & snorkeling. Dan jg bs nyebrang ke tnl bali barat.kpn mas?”
“insyaallah,mgu dpn”
“nti ak ksh tau tmnku yg dsn,mas swiss namanya dia karyawan tnb”
“o,mas swiss the next riza marlon,fotone keren2.oke ca,tx”
Itulah sekelumit sms yang kukirim kepada kawanku, akhirnya kuputuskan pergi ke Taman Nasional Baluran ( TNB ) situbondo, menyisihkan Mahameru, Arjuna Welirang dan juga Kawah Ijen karena terasa berat kalo sendirian kesana, sementara hasrat tuk ngluyur tak tertahankan apalagi kerjaan di tahun ajaran baru ini bikin diriku jungkir balik tidak karuan.
Banyak cara untuk mengunjungi TNB, bisa lewat udara dari Jakarta ke Surabaya trus disambung jalan darat naek bus ke Banyuwangi turun pas di depan TNB. Kereta api dan bus juga tersedia tuk jurusan Banyuwangi walaupun sebenarnya TNB ada di wilayah administratif Situbondo. Akhirnya saya memutuskan naek kereta, karena mahalnya tiket pesawat yang tidak sanggup saya beli ( maklumlah karyawan kere keke ).
Rabu, 20 Juli 2011 bergegas saya lari ke stasiun Senen, tapi apes hari ini, saya tidak bisa mengejar kereta terakhir ke Surabaya akhirnya saya pilih kereta bisnis jurusan Jogjakarta dengan selembar tiket berdiri ( karena kereta penuh saat itu ). Saya sisir dari gerbong ke gerbong dan akhirnya mentok di gerbong 4 tepat dibelakang kursi terakhir ada satu lapak untuk menggelar koran, meletakkan daypack sebagai bantal dan cukup bisa membuat saya tertelap di kereta malam ini setelah sebelumnya menyantap sepiring nasi goreng senja Jogja sebagai makan malam dan sebotol air mineral sebagai teman perjalanan.
Kamis, 21 juli 2011 kereta senja utama berhenti mulus di stasiun Tugu Yogyakarta sebagai stasiun tujuan terakhir. Dari sini, saya menumpang kereta Prameks ke stasiun Lempuyangan untuk melanjutkan perjalanan panjang lagi menuju Banyuwangi. Kereta rakyat “Sri Tanjung” sudah menunggu disana. Pukul 07.30 kereta meninggalkan stasiun Lempuyangan, membelah tanah jawa menuju stasiun ketapang, daerah paling timur pulau jawa yang berbatasan langsung dengan pulau bali terpisah oleh selat bali. Kereta masih terlihat sepi, di gerbong yang saya tempati ada 2 turis dari belanda lengkap dengan carier besar dan buku panduan travelling “lonely planet edisi Indonesia”, sempat saya sapa dan dia menjawab akan ke Bromo. Ada juga rombongan besar anak anak muda dari kampus ITB jurusan Geologi. “ Mau ke rinjani mas” sahut mereka saat kutanya tujuannya. Sedikit saya agak terkejut karena menurutku kalo emang tujuan ke rinjani lebih baek berangkat dari bandung menuju surabaya dengan kereta, baru langsung naek bus dari Surabaya ke Mataram, jadi tidak terlalu lama jika dari Bandung ke Jogjakarta trus ke Banyuwangi nyeberang ke Denpasar baru ke Mataram. Oughh,..terbayang lama dan capeknya.
Pukul 10 malam kereta tiba di stasiun Ketapang, sungguh perjalanan yang sangat panjang, dan melelahkan, dari Jakarta ke Jogjakarta sekitar 10 jam ditambah 14 jam dari Jogja ke Banyuwangi total 24 jam di kereta. Damnn..Trainleg. Dengan langkah gontai saya meninggalkan stasiun, hari masih malam dan saya tidak bisa langsung melanjutkan perjalanan ke TNB dan lebih memilih istirahat di pojok masjid dekat stasiun dengan resiko akan diomelin karena tiduran di masjid hehe..
Jum’at, 22 Juli 2011 pagi segera kutinggalkan masjid samping stasiun ketapang banyuwangi dan bergegas menuju ke situbondo. Bus AKDP ukuran besar membawaku dari Banyuwangi ke Situbondo, gaksampai 30 menit tepat disebelah kanan jalan di tembok gapura tertulis “ Taman Nasional Baluran ” berbentuk lingkaran dengan gambar seekor banteng ditengahnya dengan latar belakang gunung baluran. Ya, itulah taman nasional baluran, sebuah tempat yang ditetapkan pemerintah menjadi taman nasional di tahun 1980an dan menjadi cikal bakal taman nasional di Indonesia, tempat yang biasa disebut “africa van java” karena adanya padang savana yang luas dan tempat habitat banteng jawa masih hidup berdampingan dengan kerbau hutan, merak, rusa, anjing hutan, berbagai hewan melata, burung burung dan hewan lainnya.
Menurut wikipedia : Taman Nasional Baluran adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur (sebelah utara Banyuwangi). Nama dari Taman Nasional ini diambil dari nama gunung yang berada di daerah ini, yaitu gunung baluran. Gerbang untuk masuk ke Taman Nasional Baluran berada di 7°55'17.76"S dan 114°23'15.27"E. Taman nasional ini terdiri dari tipe vegetasi sabana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun. Tipe vegetasi sabana mendominasi kawasan Taman Nasional Baluran yakni sekitar 40 persen dari total luas lahan.
Sesampai di TNB, kusempatkan nelepon mas swiss. “ langsung aja ke PEH mas, saya disini sama anak anak IPB ” sahutnya di ujung telepon. Akhirnya, saya ketemu dengan mas swiss aka kebo giraz giraz , seorang alumni fakultas kehutanan UGM angkatan 99, peneliti, fotografer alam liar yang mempunyai kemampuan handal ( semoga menjadi The Next Riza Marlon, Mas ) dan baru pertama ketemu aku sudah bisa menilai bahwa dia punya sense of art yang tinggi, tulisan maupun fotonya banyak masuk di majalah National Geographic Indonesia, ebook mengenai burung di TNB di download ribuan orang dari berbagai profesi, mulai dari peneliti, traveller, mahasiswa, ibu rumah tangga dan tentu saja para pengamat burung ( Birdwatcher ) dan sekarang telah muncul versi bahasa Inggrisnya serta blognya bisa di akses di http://pratapapa81.wordpress.com/ menjadi referensi atau contekan para traveller sebelum menginjak kaki di TNB ini.
“Selamat datang di TNB mas, mo ngopi ? Rokok ?” sambut mas swiss seraya menyodorkan sebungkus GG international.” Ada mas,” sahutku sembari mengeluarkan sebungkus Surya 12. “ tapi saya gak ngopi, asam lambung bisa kambuh.” Walaupun dengan wajah agak kelelahan, dia tetap menyambutku. Saya tahu emang TNB seminggu yang lalu lagi ada acara nasional “Lomba Pengamatan Burung” dan tentu saja mas swiss telah capek pontang panting sebagai panitia.” Saya hanya having fun aja kok mas disini, gakada unsur akademis, penelitian apalagi motret serius” kataku. “ hehe..oke mas, maaf ya gakbisa nemenin, saya kecapaian, rencana saya hari ini emang gakmau masuk tapi tadi ditelepon disuruh nemenin anak anak IPB hari ini. Saya tinggal dulu ya mas ya, met jalan jalan” terang dia. "Oke" percakapan yang singkat namun terasa.
Saya sempet ditawarin untuk bareng ke dalam bareng para mahasiswa IPB dengan mobil proyek tapi saya tolak dengan halus, dan memilih ngojeg kedalam saja. Akses kedalam TNB bisa dicapai dengan jalan kaki jika emang punya tenaga lebih dan waktu yang panjang, tertera 12 km tuk mencapai savana bekol. Atau bisa juga dengan jasa ojeg, dengan 3 lembar duit 10ribuan anda bisa mencapai savana bekol. Dan saya rasa jarak antara pintu gerbang TNB sampai bekol lebih dari 12 km, karena waktu naek ojeg kerasa jauh banget dan gak nyampe nyampe kekeke. Tarif untuk pengunjung lokal Rp 2500,00 sedangkan untuk untuk orang asing Rp 30.000,00. Dari pintu gerbang akan terlihat hutan yang rindang diselingi semak semak di kanan kiri jalan. Jalan cukup lebar untuk 2 mobil tetapi tidak mulus karena banyak lobang lobangnya. Sebelum memasuki sabana, perjalanan akan disuguhi kawasan hijau ( evergreen ) rindang dengan banyak kanopi yang merindungi bumi dari sengat panas matahari langsung. Konon, di evergreen ini masih ada ular Viper. Setelah memasuki kawasan sabana bekol, selayang pandang ke kiri akan terlihat gunung yang tidak terlalu tinggi yaitu gunung baluran. Gunung baluran setinggi 1247mdpl ini konon sebagai tempat terakhir populasi banteng liar. Walaupun tergolong tidak terlalu tinggi, kontur gunung ini sangat rapat.
Ada beberapa tempat di TNB ini yang bisa dikunjungi antara lain : sabana bekol, bama, batangan, kancip serta gunung baluran sendiri. tapi yang sering dikunjungi adalah sabana bekol dan bama karena di samping mudah aksesnya juga disini terdapat beberapa bangunan yang dikhususkan sebagai “guesthouse”. Ojeg yang mengantarkan saya ke sabana bekol. Sampai di sabana bekol, sangat ramai sekali saat itu. Puluhan mahasiswa Universitas Indonesia berkumpul di guesthouse dan sekitarnya, rupanya hari ini adalah hari terakhir mereka yang sedang mengadakan penelitian dan sedang menunggu kendaraan jemputan untuk membawa mereka meninggalkan TNB. Dengan terpaksa, saya menunggu guesthouse untuk dikosongkan, padahal rasanya badan ini remuk dan pengin istirahat sekedar rebahan karena saya terasa TrainLeg hehehe.
Sembari menunggu para mahasiswa ababil ini, tanpa buang waktu langsung saya keliling sabana bekol ini, mulai dari guesthouse guesthouse yang tersedia : wisma rusa, wisma banteng, wisma merak, pos polisi hutan dipaling ujung, aula bekol serta kantin dan pos penjaga bekol. Banyak sekali tengkorak tengkorak kepala banteng, kepala kerbau tertata rapi di pos polisi hutan, aula dan disamping sabana yang menandakan emang di TNB ini ekosistem masih terjaga. Di belakang berdiri tegak sebuah menara pemantau burung setinggi 10an meter dengan tangga berundak undak di bawahnya. Dari menara pantau ini akan terlihat seluruh kawasan TNB yang meliputi sabana yang luas, dan pohon akasia dan selayang pandang juga kan terlihat gunung baluran dan lautan lepas di arah timur. Sangat berasa bebas sekali ketika melepas pandangan dari menara ini, karena yang terlihat hutan luas jauh dari kebisingan kota dan kesemrawutan kota. Lokasi menara pantau ini sangat nyaman, walau kadang panas menyengat tapi anginnya kencang, banyak pasangan muda mudi yang memadu kasih disini, seperti yang terlihat waktu saya akan naik ke menara pantau ini kekeke.
Setelah puas di menara pantau, saya turun ke bawah menuju ke sabana bekol. Bekol sendiri diambil dari salah satu tanaman yang ada di TNB ini dan memang terlihat di sekitar menara pandang ada beberapa pohon bekol. Di sabana bekol terdapat kubangan yang memang diperuntukkan untuk persediaan air tempat para satwa minum. Sabana ini sangat panas, karena minim sekali pohon yang ada dan hanya hamparan padang yang luas, tandus dan gersang. Inilah ke khasan TNB sebagai Little Africa Van Java. Di kubangan ini, saya belum menemukan satupun satwa yang ada, karena emang kebiasaan para satwa mencari air adalah sore hari. Saya hanya mengambil beberapa poto landscape dan mencoba panoramic poto sebelum akhirnya balik ke kantor savana bekol.
Hari masih terasa panas, sementara di pos TNB bekol ada 2 sampai 3 petugas dan dibelakannya ada kantin yang masih rame karena memang masih ada mahasiswa UI. Saya sempatkan makan siang dan sekedar melepas dahaga di kantin ini, biasanya emang kalo ada acara kantin akan buka dan menyediakan nasi serta lauk dan minuman. Sedangkan kalau tidak ada acara atau pengunjung tidak datang dalam rombongan yang ramai, kantin hanya menyediakan makanan instant seperti popmie, minuman seduh dan kudapan ringan lainnya. Di pos bekol terhitung lengkap, ada tv yang bisa menangkap siaran tv nasional, HT penghubung dengan pos bama dan kantor TNB, toilet, mushola dan meja tamu. Makanan instant pun ada disini, tinggal memasak air yang ada di dapurnya. Saat saya sedang menghisap rokok untuk membuang jenuh, datanglah sejumlah anak muda lengkap dengan carier besar dan berkemeja lapangan, di dada kiri tertulis jelas " SENTRAYA BUANA " datang ke pos tempat saya istirahat. Eng ing eng...akhirnya saya dapat teman disini selain ngobrol dengan petugas hehe. " dari mana mas?" tanya dia. " dari jakarta " jawabku. " o, kami dari UNS" sambungnya seraya menjabat tanganku. " saya juga alumni UNS' sahutku. "o ya, fakultas apa?" si laki laki berambut gimbal menimpali. " ekonomi," jawabku singkat. "o, ekonomi, berarti MEPA" terangnya. " iya, saya juga alumni MEPA" terangku juga. " o, kita tetanggaan mas, kami dari SENTRAYA BUANA sastra." jelas dia." ya, saya tau dari tadi di kemeja lapangan anda. cuman saya dah angkatan lama, jadi dah lupa ma kawan kawan sentraya dulu." Mungkin karena sesama mapala, jadi obrolan siang itu jadi cepat nyambung. Sentraya susah 3 hari an disini, mereka mengadakan ekspedisi di TNB kemarin ke batangan dan rencana besok ke kancip, meneliti mata air di kancip.
Siang itu kami lewatkan beramai ramai dengan ngobrol ngalor ngidul mengenai kampus uns dan juga antar mapala kedua belah pihak dan setelah sore saya dan beberapa anggota sentraya mulai naik lagi ke menara. Begitu terlihat dari menara sekawanan rusa sudah bergerombol di dekat kubangan untuk mengambil minum. Dari atas menara aku coba untuk membidikkan kameraku dan lensa tele 300mm pinjaman, akan tetapi jarak yang cukup jauh serta kemampuan lensa yang pas pasan tidak mampu menghasilkan gambar yang optimal. Akhirnya saya turun ke sabana dan segera mengendap endap di kubangan, agar para rusa tidak mengetahui kehadiran manusia, kalo sampai tahu mereka akan lari tunggang langgang. Dari jarak yang cukup, saya mulai bidik lensaku ke arah gerombolan rusa untuk sekedar mengabadikan kehidupan alam liar TNB. Setelah puas dengan memotret rusa, saya balik lagi ke menara pandang, sebelum naek ke atas sekilas kulihat ada merak betina yang mengambil air minum di kubangan samping aula. Saya sempet juga mengendap endap dan mengambil poto sebelum sang merak pergi karena suara langkah kakiku.
Hari semakin sore, tampak semburat fajar di ufuk barat, tak sempat saya ganti lensa wide, SUnset keburu datang dan dengan tele pula aku ambil gambarnya ( sial )..tapi takpalah, cukup puas saya. Kembali saya naek ke menara pandang, disana ada 3 gadis anggota stentraya dan seorang petugas dari TNB yang akan jadi pemandu mereka ke kancip besok dan 2 orang mahasiswa IPB. Kami asyik ngobrol mulai dari banyaknya ular cobra di sabana bekol, hingga ular piton di bama ataupun binatang melata yang laen di kancip, hingga perbincangan yang fenomenal dan menjadi masalah TNB sekarang yaitu tumbuhnya pohon akasia yang secara pelan tapi pasti menggerus sabana. Dulu di TNB ini memang sering terjadi kebakaran, dan sebagai salah satu cara mencegahnya pihak Taman Nasional membuat kebijakan untuk menanam pohon akasia sebagai penangkal dari ancaman kebakaran hutan. Tapi justru ini menjadi blunder karena biji pohon akasia ini dimakan oleh binatang binatang dan membuang kotoran kemana mana serta banyaknya sisa biji akasia yang berjatuhan ke tanah sehingga cepat pertumbuhan pohon akasia pun tidak terkendali dan terus tumbuh besar dan luas. Akibatnya sabana tertutup oleh pohon pohon akasia, dan ini bisa berakibat fatal karena ekosistem yang ada akan terganggu serta rantai makanan bisa terputus, yang dengan sendirinya akan mengakibatkan banteng jawa akan berkurang dan akan punah!
Inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi pihak TNB dan instansti yang terkait karena pemusnahan pohon akasia memerlukan dana yang besar dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Hari semakin laut dan malam pun menggantikan siang, secara spontan petugas TNB ( namanya lupa ) berteriak " lihat di sebelah sana, itu ada hewan hitam berkaki putih, itulah banteng" . " subhanallah, berpasang mata yang ada diatas langsung mengarahkan pandangannya ke arah banteng tersebut, tampak dia berjalan pelan menuju kubangan, sepertinya hendak minum. hari yang udah terlalu gelap, saya coba bidik pake kamera, tapi hanya denyit suara autofokus yang nampak kelelahan dan tidak sanggup mencari fokus yang tepat sehingga gambar bidikan menjadi blur dan gelap. Betapa girangnya kami malam ini. Sempat berujar, mahasiswa IPB berharap jebakan ( trap camera) yang mereka pasang dipohon dekat kubangan mampu menghasilkan gambar yang baek dan berharap si banteng masuk ke perangkap trap camera - nya. Saya sendiri juga cukup puas, walaupun tidak dapat foto yang bagus tapi saya masih bisa melihat banteng hidup di alam bebas.Subhanallah
Malam semakin larut, suara merak jantan mulai bersahutan tandanya mereka juga akan segera pergi ke peraduannya. Semua yang di menara pandang satu persatu pun turun dan kembali ke pos. Di pos ini, akhirnya saya dapat kunci sebuah kamar di wisma merak atas, hanya dengan membayar Rp 30 ribu untuk satu malam. Senang sekali malam itu, karena akhirnya saya bisa istirahat setelah perjalanan cukup panjang dan melelahkan. Sebelum terlelap saya sempat berkirim sms : Ca, akhirnya saya liat banteng di TNB.tapi tidak bisa memotretnya :) dan akhirnya sayapun terlelap.
wah, untung saya nemu postingan ini pas lagi browsing tentang trip ke Baluran... kebetulan saya dan teman-teman saya masih newbie soal jalan-jalan kayak gini :) ngebantu banget mas, terima kasih banyak ^^
ReplyDelete